Departemen Agama R.I.
Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT Tuhan YME, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kita dapat menjalankan tugas-tugas keseharian. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan umatnya yang setia hingga akhir zaman.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 menyatakan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 2, pengertian tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sedangkan Pasal 3 menyatakan bahwa pengertian tindak pidana korupsi adalah setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Adapun Pasal 13 menyatakan bahwa setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.
Perilaku menyimpang dalam bentuk Korupsi cenderung semakin meningkat dalam berbagai modus dari yang sederhana hingga yang paling canggih. Di dalam Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) dinyatakan bahwa penyebab korupsi terdiri dari empat aspek, yaitu:
1. Aspek perilaku individu/manusia
Aspek perilaku individual yaitu faktor-faktor internal yang mendorong seseorang melakukan korupsi karena sifat tamak, tidak kuat dalam menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras serta tidak mengamalkan ajaran agama secara konsisten.
2. Aspek organisasi
Suatu organisasi dapat menjadi ajang praktik korupsi karena terbuka peluang atau kesempatan bagi pengurus dan anggota untuk melakukan penyimpangan. Praktik penyimpangan tersebut dapat terjadi.
3. Aspek lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan masyarakat tempat individu/masyarakat berada.
4. Aspek peraturan perundang-undangan
Aspek peraturan perundang-undangan yaitu penerbitan peraturan perundangan bersifat monopotistik yang hanya menguntungkan kerabat kroni penguasa negara. Kelemahan ini menjadi salah satu penyebab penyimpangan semakin banyak.
Salah satu penyebab mengapa korupsi di Indonesia menjadi sukar diberantas adalah karena baik pemerintah maupun anggota masyarakat kurang memahami dan mengenali korupsi secara baik akan jenis-jenis korupsi yang sering terjadi dalam masyarakat dan pemerintahan. Sebagai abdi masyarakat, kita harus melakukan kontrol sosial melalui pengawasan dan berperan aktif melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi. Untuk itu, pemahaman akan pengertian korupsi, modus operandi, sanksi dan akibatnya sangat penting untuk dimiliki.
Agama dipandang sebagai kekuatan karena perannya sangat penting bagi pemeluknya. Agama dianggap mampu memberikan tuntutan dan motivasi, sehingga manusia memiliki kesanggupan dan kesadaran untuk mengenal diri dan eksistensi Tuhan dalam perilaku keseharian. Dengan demikian agama memiliki daya konstruktif, regulatif dan reformatif dalam membangun tatanan kehidupan di berbagai dimensi dan aktivitas manusia. Agama memiliki daya tangkal yang efektif terhadap kecenderungan manusia untuk berperilaku menyimpang/negatif seperti KKN. Seluruh daya yang dimiliki tersebut menempatkan agama sebagai bagian penting dalam proses pengawasan. Agama dijadikan salah satu model pendekatan berupa pengawasan melekat, yaitu setiap individu dibangun kesadarannya, digugah nurani dan spiritualnya. Setiap aktivitas yang dilakukan merupakan konsekuensi kontrak sosialnya dan implementasi kontrak metafisisnya dengan Tuhan. Namun permasalahan selanjutnya adalah cara/proses pemanfaatan agama dan instrumen yang diperlukan untuk melakukan internalisasi pada setiap individu, dalam hal ini aparatur negara khususnya yang bertugas sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat.
Reposisi peran Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi juga telah berubah, yang dahulu hanya mengandalkan peran ”watch dog”, menjadi lebih luas, dengan menambah peran menjadi konsultan pengawasan dan katalis bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi auditan. Ketiga peran tersebut diharapkan secara efektif mampu meningkatkan citra Departemen Agama dan memperbaiki kinerja para auditan.
No comments:
Post a Comment