Membangun Jati Diri Aparatur Negara melalui Internalisasi Nilai-Nilai Agama

Friday, January 23, 2009

Visi dan Misi PPA

Visi PPA adalah menjadikan nilai-nilai agama sebagai kekuatan moral dalam pelaksanakan pengawasan untuk memberi­kan kontribusi bagi perwujudan aparatur negara yang bebas dari tindakan atau praktik KKN dan bentuk penyimpangan lainnya.


Dalam memahami visi PPA perlu melihat makna kata kunci yang terkandung dalam rumusan visi sebagai berikut:

  1. Nilai agama: ukuran, norma, atau ajaran luhur dari suatu agama dan bersifat absolut;
  2. Kekuatan moral: sesuatu yang memberikan yang memberikan mitivasi atau dorongan yang melekat pada setiap individu dalam melakukan suatu tindakan;
  3. Pengawasan: upaya pengendalian diri untuk berbuat dan ber­tindak sesuai dengan kaidah atau norma;
  4. Kontribusi: pemberian sumbangan yang berarti dalam penca­pa­ian tujuan;
  5. Aparatur negara: aparat penyelenggara negara baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif;
  6. Bebas: terhindar, tidak ada, atau tidak terjadi;
  7. Korupsi: perbuatan setiap orang atau badan yang dengan sengaja melawan hukum untuk memperkaya diri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan kelangsungan ne­gara atau perekonomian negara;
  8. Kolusi: permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antara sesama penyelenggara negara, atau dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan/atau negara;
  9. Nepotisme: setiap perbuatan penyelenggara negara secara me­lawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarga­nya dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarkat, bangsa dan negara.


Dengan pemahaman terhadap beberapa kata kunci tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan penetapan visi PPA diha­rapkan aparatur penyelenggara negara dapat menemukan jati dirinya sebagai abdi negara yang tangguh secara spiritual, memiliki kontrol diri yang kuat, profesional, inovatif, disiplin, amanah dan akuntabel.


Dalam kondisi mentalitas dan karakter seperti ini diyakini akan mampu menghalau niat dan i`tikad buruk untuk melakukan mani­pulasi, sehingga penyelenggaraan tata kelola pemerintahan dapat dilaksanakan dengan penuh semangat, baik, bersih, efektif, dan efisien.


Langkah untuk mencapai visi PPA dapat dijabarkan dalam misi PPA sebagai berikut:

  1. Menumbuhkembangkan budaya pengawasan dini sebagai upa­ya preventif dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, penuh semangat, disiplin dan akuntabel;
  2. Mewujudkan aparatur pemerintah yang memiliki jati diri sesuai dengan nilai agama sehingga malu berbuat dosa, menghindari dari segala bentuk penyimpangan;
  3. Meningkatkan koordinasi dengan instansi pemerintahan lainnya dalam rangka mengenalkan PPA yang lebih luas, menjadi mo­del pembinaan SDM di lingkungan instansi pemerintahan;
  4. Memberdayakan PPA dalam fungsi pengawasan fungsional, pengawasan melekat dan pengawasan masyarakat;
  5. Melaksanakan pengawasan dengan motivasi ajakan kebenaran dan mencegah kemungkaran;
  6. Melaksanakan pengawasan dengan motivasi cinta kasih, dhar­ma dan karmapala.

Thursday, January 22, 2009

Pengertian PPA

Pengawasan dengan pendekatan agama (PPA) adalah bentuk pengawasan dini melalui pemberdayaan nilai-nilai agama, sebagai alternatif model pengembangan fungsi pengawasan fungsional, dalam mendorong terciptanya pengawasan diri (self control) dan jati diri aparatur pemerintah yang bersih dan bebas dari praktik KKN.

Pengertian PPA adalah kegiatan pembudayaan pengawasan dengan menyampaikan pesan-pesan moral yang dilandasi nilai agama sehingga bermanfaat dalam pengawasan fungsional, pengawasan melekat dan pengawasan masyarakat dalam rangka mencapai keberhasilan dan ketepatan pembangunan nasional.

Dari pengertian PPA tersebut dapat dipahami hakikatnya sebagai berikut:

1. Bahwa PPA merupakan konsep memadukan antara manajemen pemerintahan dengan nilai spiritual yang dapat diaplikasikan pada manajemen diri, keluarga, masyarakat dan pemerintahan.

2. PPA adalah sebuah model yang memberikan tuntunan dan menampilkan metodologi praktis tentang pemberdayaan nilai spiritual dan penjernihan hati nurani. Hasilnya diharapkan dapat mendorong terciptanya SDM yang tangguh secara spiri­tual, memiliki self control yang kuat, sehingga tercipta kemapanan seluruh komponen internal pemerintahan yang efektif dan efisien.

3. PPA dibangun dan digerakkan oleh nilai spiritual, nilai kesucian dan nilai ketuhanan. Nilai tersebut diinternalisasikan dengan nilai kode etik pegawai negeri sipil. Kemudian merefleksi dalam aksi amal (ihsan) yang diwujudkan dalam bentuk kinerja pro­fe­sional, inovatif, disiplin, amanah dan akuntabel.

4. PPA berorientasi kepada hasil, dengan indikator pelaksanaan tugas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

5. Target PPA adalah terciptanya aparatur pemerintah yang me­miliki jati diri sesuai dengan nilai agama, sehingga malu berbuat dosa, menghindari dari segala bentuk penyimpangan.

6. PPA menjiwai pemberdayaan pengawasan fungsional, peng­awasan melekat dan pengawasan masyarakat.

Latar Belakang PPA

Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) merupakan pengembangan peran dan fungsi serta salah satu misi Inspektorat Jenderal Departemen Agama dibidang pengawasan. Pengembang­an peran dan fungsi tersebut telah ditetapkan dalam program capacity building, yaitu dalam perannya sebagai konsultan, di­sam­ping peran dan tugas utamanya melakukan pengawasan fung­si­o­nal.

Menyadari sepenuhnya, bahwa dengan segala keterbatasan sumber daya yang dimiliki, daya jangkau pengawasan fungsional yang jauh dari target ideal, berakibat sebagian besar unit kerja tidak memperoleh kontrol, pengawasan dan pengendalian yang memadai. Disisi lain fungsi pengawasan melekat belum berjalan maksimal pada setiap unit kerja, sesuai hasil temuan pada setiap laporan hasil pengawasan. Dalam kondisi seperti ini peluang dan kesempatan terjadinya penyimpangan masih terbuka lebar.

Inspektorat Jenderal Departemen Agama melalui misinya ber­ketetapan bahwa pengawasan dengan pendekatan agama harus dikembangkan dan disosialisasikan. Hal tersebut harus dilak­sanakan mengingat adanya dinamika yang berkembang dise­pu­tar tata kelola pemerintahan, yaitu berkembangnya opini masyarakat yang memberikan predikat dan citra buruk terkait dengan penye­le­wengan, penyimpangan dan penyalahgunaan keuangan negara, atau lebih akrab dengan sebutan KKN.

PPA merupakan alternatif model pengawasan dini dalam bentuk metodologi pemberdayaan nilai-nilai agama. Metodologi tersebut merupakan konsep terpadu antara manajemen peme­rin­tahan dengan nilai-nilai ketuhanan dan suara hati nurani. PPA dikembangkan untuk mendorong terbentuknya karakter pegawai dan jati diri aparatur negara, agar mampu menjalankan fungsi kontrol diri (self control) atau pengawasan diri dalam rangka mem­bangun pemerintahan yang baik dan bersih.

Dari pengalaman empiris para praktisi mengemukakan bahwa terjadinya fraud atau manipulasi disebabkan adanya niat atau i'tikad tidak baik dari individu atau kelompok pegawai dan aparat. Mereka menggunakan kesempatan dan peluang kelemahan sistem, ketentuan, prosedur dan kelemahan pelaksanaan pengawasan untuk melaksanakan niatnya yaitu manipulasi. Meskipun terdapat faktor kelemahan-kelemahan tersebut di atas, apabila tidak digu­nakan untuk mewujudkan niat buruknya, maka tidak akan timbul kerugian akibat manipulasi tersebut. Karena faktor-faktor kelemah­an tersebut sesungguhnya bersifat pasif, sedangkan yang aktif adalah individu dan kelompok manusianya.

Oleh karena itu Inspektorat Jenderal Departemen Agama memandang bahwa salah satu upaya dan langkah yang harus dilakukan adalah melakukan pembinaan sumber daya manusia (SDM) melalui program pemberdayaan nilai agama atau yang kita sebut pengawasan melalui pendekatan agama (PPA). Program ini diperlukan dalam rangka pembentukan akhlak dan karakter mulia, sehingga diharapkan dapat mencegah timbulnya niat dan perilaku penyimpangan yang menyebabkan kerugian negara.

Pengawasan dengan pendekatan agama merupakan sarana membangun individu berdasarkan ilmu, iman dan amal, serta inter­nalisasi dan aktualisasi nilai agama dalam membentuk karak­ter aparatur yang bersih dari praktik KKN sesuai fitrah manusia, mela­lui pengawasan diri (self control), sehingga terwujud aparatur pemerintah yang bersih terhindar dari penyimpangan.

Substansi pembahasan dalam modul PPA ini menjelaskan ha­ke­kat manusia dan pengendalian diri, internalisasi PPA dalam membangun mentalitas dan integritas pegawai yang mengacu pada tugas manusia sebagai mahluk Tuhan, kewajiban kepada negara yang berdasarkan nilai agama dan etika dalam rangka membangun karakter aparatur yang tangguh.

Makna Per Simbol


1. Dua kotak persegi empat berisi Bab I: Latar belakang, penger­tian, visi, misi,tujuan dan perkembangan PPA. Bab II: manusia, negara dan urgensi pengawasan, adalah background dari se­luruh proses pemberdayaan PPA yang akan diaplikasikan dalam sosialisasi/training PPA, sehingga berada pada titik simbol PPA.

2. PPA dalam bingkai segitiga: berada di tengah memberi makna PPA sebagai pusat ide dalam wujud konsep pemberdayaan SDM melalui proses internalisasi nilai-nilai agama yang diinte­grasikan dengan nilai kode etik dan manjemen pemerintahan. Diharapkan dapat mendorong terciptanya mentalitas aparatur pemerintah berbasis spiritual dalam dimensi ilmu, iman dan amal.

3. Bingkai segi tiga: Iman, ilmu dan amal:

PPA dibangun oleh tiga dimensi Ilmu, Iman dan Amal. Hal ini merupakan titik tolak yang mendasari proses sosialisasi PPA. Pembahasan PPA dimulai dari proses penggalian ilmu dalam memasuki ranah kognitif menuju terbentuknya iman yang berada diwilayah afektif (EQ, SQ), dan diaplikasikan dalam amal/karya nyata sebagai gambaran memasuki ranah psiko­motorik.

4. Simbol Lingkar Proses Pemberdayaan PPA

a. PPA memandang bahwa manusia memiliki potensi yang belum diberdayakan secara maksimal, atau potensi yang ada masih tertutup oleh kotoran dan belenggu negatif. Maka perlu ada proses penjernihan agar potensi yang dimiliki manusia dapat berfungsi maksimal.

b. Untuk memperkuat proses penjernihan dilakukan upaya pengenalan siapa Tuhan kita, siapa diri kita, alam semesta dan apa arti kehidupan kita.

c. Hasil dari proses pemberdayaan ini, selanjutnya siap diin­ter­­nalisasikan dan melebur dengan lingkaran kode etik pe­ga­wai dan aparatur pemerintahan yang diharapkan akan terjadi penyegaran, dan pemeliharaan mentalitas aparatur peme­rintahan berupa kekuatan prinsip, memiliki keteladan­an, ke­pe­mimpinan yang integratif, pembelajaran, orientasi dan manjemen berbasis spiritual.

d. Meskipun dari segi kajian masuk dalam ranah kognitif, tetapi dalam pengungkapan bahasa dan sosialisasi/training PPA me­ma­suki wilayah afektif (EQ dan SQ).

5. Lingkar Kode Etik dan Mentalitas, Keteladanan, Kepemimpinan, Pembelajaran, Orientasi dan Manajemen.

a. Kode etik apabila lepas dari akarnya; yakni nilai agama han­­yalah merupakan nilai normatif yang mati tanpa ruh. PPA dengan sistem sosialisasi dan trainingnya, akan mem­ber­­dayakan nilai-nilai agama yang diinternalisasikan dengan nilai kode etik, agar nilai kode etik hidup dan siap mema­suki dan melebur dalam bentuk mentalitas dan karak­ter mulia pegawai dan aparatur pemerintahan.

b. Mentalitas, keteladanan, kepemimpinan, pembelajaran, ori­en­tasi dan manajemen adalah 6 konsep nilai yang secara langsung terkait dalam masalah tata kelola pemerintahan. Apabila ada nilai-nilai lain maka cukup dimasukan dalam 6 konsep ini, agar terpenuhi efektivitas sisitimatika dan me­mu­dahkan pemahaman.

c. Dalam dua lingkaran ini memasuki ranah kognitif sekaligus ranah apektif.

6. Lima Lingkaran: Visi, Membangun Karakter, Pengendalian diri, Sinerji dan Aksi.

a. Lima konsep tersebut adalah nilai praksis dalam sistem mana­jemen pemerintahan, sehingga kajiannya adalah ten­tang konsep nilai yang siap diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga, masyarakat dan dikantor.

b. Dari segi tatanan nilai masuk dalam ranah kognitif, namun siap untuk memasuki wilayah psikomotorik. Dalam praktik sosialisasi dan training PPA akan diarahkan pada kegiatan yang berpola aksi;

c. Dalam sosialisasi/training PPA 5 konsep ini akan diaplikasi­kan dalam bentuk simulasi dan game.

7. Lingkaran besar: bahwa seluruh lingkaran, baik dari bingkai segi tiga PPA, lapisan lingkaran berikutnya sampai dengan lingkaran luar adalah merupakan satu kesatuan sistem, yaitu PPA Model.

Simbol bintang lima yang melatarbelakangi seluruh simbol, adalah lambang Ketuhanan Yang Maha Esa dari Pancasila. Sehingga memberi makna bahwa PPA berorientasi kebangsaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, dan berwawasan nusan­tara yang didukung rakyatnya sebagai pemeluk agama.